Coba Mati Ketawa Cara Slavoj Žižek

Sebuah gurauan dari awal tahun 1960an dengan bagus menggambarkan paradoks dari keyakinan hasil praanggapan. Yuri Gagarin, kosmonot pertama yang pergi ke ruang angkasa diterima oleh Nikita Khruschev, sekretaris jenderal Partai Komunis, dan Gagarin memberitahunya diam-diam: “Kau tahu, kamerad, di langit atas sana aku melihat surga dengan Tuhan dan para malaikatnya—agama Kristen itu benar!” Khruschev berbisik balik padanya: “Aku tahu, aku tahu, tapi diam sajalah, jangan bilang siapa-siapa!” Minggu berikutnya Gagarin mengunjungi Vatikan dan disambut oleh Sri Paus, yang kepadanya ia mengaku: “Anda tahu, Bapa Suci, saya ada di langit atas sana dan tak melihat Tuhan maupun malaikat …” “Aku tahu, aku tahu,” potong Sri Paus, “tapi diam sajalah, jangan bilang siapa-siapa!”

 

Žižek, Slavoj. 2014. Mati Ketawa Cara Slavoj Žižek. Tangerang: Marjin Kiri.

Rahasia Lelaki Tua

index

Apa yang paling ingin diteriakkan seorang yang ingin mengumpat keras-keras? Di mana tempat yang paling tepat untuknya untuk meneriakkan asu atau alat kelamin sesamanya? Rahasia apa yang dimiliki seseorang yang di hatinya penuh dengki dan keinginan tak mau kalah? Rahasia apa yang dimiliki tuhan sehingga ia mengkotak-kotakkan derita manusia? Rahasia apa yang dimiliki bumi yang dipijak bermiliar manusia dengan perbedaannya? Kemudian, apa yang harus dilakukan seseorang yang kesepian selain sekedar mempertanyakan hal-hal terlalu penting itu?

Orang itu harus tau kehidupan seorang lelaki tua bernama Santiago, seorang nelayan di Teluk Meksiko yang sudah delapan puluh empat hari tak pernah mendapatkan ikan di laut. Pada empat puluh hari pertama, ia mencari ikan ditemani seorang anak lelaki yang orang tuanya berpikir bahwa Santiago adalah orang yang paling sial dari yang tersial dan memerintahkan anaknya berhenti iku lelaki tua itu. Pada hari ke-delapan puluh lima, ia siap berlayar sendirian di laut. Anak lelaki itu memaksa untuk ikut, tetapi lelaki tua itu melarang. Akhirnya anak itu hanya berusaha memberikan bekal terbaiknya untuk menemani lelaki tua itu di laut.

“Hanya saja tak ada untung padaku. Tetapi siapa tahu? Setiap hari adalah hari baru. Memang lebih baik kalau ada untung. Tetapi aku lebih suka berusaha untuk tepat. Lalu kalau untung itu datang kita sudah sepenuhnya siap.”

Ernest Hemingway mengajak kita berpikir, sebenarnya ada tidak sih faktor keberuntungan itu? Selama ini saya merasa tidak adil jika hidup kita ditentukan oleh faktor keberuntungan. Orang Jawa mengkotak-kotakan keberuntungan orang berdasarkan weton. Saya pikir itu tak adil, bagaimana dengan orang yang wetonnya rendah? Yang diramalkan tak bisa jadi orang besar, yang keberuntungannya kecil sekali? Sebanyak apa dosa yang dilakukan orang-orang berweton kecil itu di kehidupan sebelumnya?

Dan bagaimana nasib lelaki tua yang tak percaya untung itu? Tak peduli akankah diakui atau akhirnya sia-sia. Tetapi kita harus ikut lelaki tua itu mengarungi samudra yang mulai membiru tua dan pekat, kemudian kita akan mendapati tak ada siapa-siapa dalam cerita ini kecuali lelaki tua itu, yang terus berbicara kepada dirinya sendiri, atau benda-benda di sekelilingnya. Ia berbicara pada ikan, tapi ikan adalah makhluk hidup yang mati jika diajak bicara. Hemingway membingkai apik monolog lelaki tua yang dramatis sehingga kita bisa merasakan kesepian yang sebenarnya.

Ia terus berkhayal, “Seandainya anak itu ada di sini…” dan itulah yang kita pikirkan ketika kita sendiri merasa kesepian. Seandainya ada orang di sini….

Selain seorang anak lelaki yang menjadi sahabatnya, ia juga punya seorang sahabat seekor ikan raksasa, yang entah dapat ia ajak ke rumahnya atau tidak, sebab ikan itu terus berenang tenang dan pikiran lelaki tua itu menari-nari di antara iringan harapan reaksi orang-orang di daratan yang melihatnya nanti. Reaksi anak lelaki yang sangat mengkhawatirkannya yang berhari-hari tak pulang demi ikan raksasanya itu.

Saya mendukung lelaki tua yang ingin membeli sebuah keberuntungan itu. Lelaki tua yang terbebas dari kesepian dan bahagia setelah sekian lama menghabiskan waktu untuk berdialog dengan dirinya, hanya untuk tahu rasanya bercakap dengan selain dirinya.

Tetapi, Hemingway tahu tak ada yang bisa membeli sebuah keberuntungan. Hanya saja orang yang otaknya penuh asu, hatinya dengki, menderita, dan kesepian haruslah ikut mengarungi samudera seperti yang dilakukan lelaki tua itu. Tuhan tak perlu ikut, sebab tuhan…

 

 

Laboratorium Penelitian Kimia, UM.

Malang, 30 Januari 2017.

Berbahasalah dengan Baik dan Benar, Anak Muda!

Mewabahnya media sosial yang memberi tempat buat kita bebas menulis apa saja dan di mana saja menurut saya nggak banyak berpengaruh baik ke manusia. Banyak istilah-istilah yang—kita belum benar-benar paham artinya—seenak udel kita serap dan kita aplikasikan. Biar dibilang gaul, kekinian, hits, keren, dan pengakuan nggak penting lainnya.

Misalnya saja kata gabut yang merupakan singkatan dari gaji buta. Saya mengira orang yang pertama menggunakan kata ini adalah seorang karyawan perusahaan atau pegawai negeri yang lagi ngopi-ngopi santai sambil scrolling-scrolling timeline saat jam kerja. Saking santainya, ia sempatkan update status, “Gabut, nih.” Berkat media sosial, istilah ini jadi booming melebihi kecepatan cahaya. Seorang ABG di belahan bumi yang lain lagi asik-asiknya berhari libur gulung-gulung di kasur karena di sekolah gurunya rapat. Akhirnya dia update status, “Lagi gabut nih.” Seterusnya semua orang menggunakan istilah ini untuk mengungkapkan ‘kegiatan nggak ngapa-ngapain’, terlepas ada yang menggajinya atau enggak. Ironisnya, ada yang selalu menggunakan istilah ini dan tak tahu asal-usulnya. Ia tahunya hanya gabut, gabut, gabut, merasa hits menggunakan kata itu, tanpa tahu kalau itu singkatan dari gaji buta.

Mengenaskan bahwa kita telah belajar bahasa Indonesia sejak kelas 1 SD. Paling enggak, 12 tahun kita bersama pelajaran asik itu. Sama halnya dengan matematika yang sudah kita terima sejak kelas 1 SD, kalau kita hafal betul dan membenarkan bahwa 1 + 1 = 2 atau akar dari 144 adalah 12, kenapa kita suka salah berbahasa Indonesia? Hampir-hampir orang dewasa sekali pun masih salah menulis kata depan “di” atau imbuhan “di” seharusnya diberi spasi atau tidak. Bahkan, kita saja masih bingung kapan itu imbuhan, kapan itu kata depan. Ini masih hal sederhana yang pernah kita dapat di bangku sekolah dasar. Belum lagi kapan harus menulisnya dengan huruf kapital, kapan harus memberi koma atau spasi setelah tanda baca, apalagi kata-kata yang mengalami peluruhan, sampai yang jauh kata-kata serapan dari bahasa asing. Nah loh! Ribet kan?

Menurut saya enggak. Itu semua sudah kita dapatkan di bangku sekolah. Apakah ini masalah “merendahkan suatu hal” di bawah hal-hal lain? Banyak dari teman-teman saya mengeluh ujian bahasa Indonesia itu bikin ngantuk, rasanya kayak baca koran, bingung mau jawab apa jadinya. Padahal sebelumnya, kita sibuk belajar berhitung, menghafal biologi, tanpa menyentuh buku bahasa Indonesia sedikit pun. Katanya, “alaaaa…. bahasa Indonesia doang, kecil.”

Kecil. Kecil. Kecil. Kebiasaan buruk kita mengecilkan sesuatu yang sesungguhnya besar. Lihat saja nilai UAN bahasa Indonesia pelajar Indonesia sebagian besar paling rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya. Belum lagi kita sok-sokan keminggris. Apa-apa pake bahasa Inggris, padahal seringnya salah semua grammarnya, atau bahkan penulisannya. Saya bukan orang yang jago berbahasa Inggris, suka gemes sama orang yang sebenarnya nggak bisa bahasa Inggris tapi suka nulis atau ngomong di-Inggris-Inggriskan, maka dari itu saya lebih baik memakai bahasa ibu saya saja. Kalau terpaksa harus berbahasa Inggris ya kita tunjukkan sebisa kita, bukan mengada-ada dan malah menunjukkan kebodohan kita.

Saya punya teman yang suka nulis pake bahasa Inggris di status BBM-nya dengan salah kaprah. Sekali-dua kali, okelah, diketawain aja, tapi kalau berkali-kali? Siapa yang nggak gemes? Saya dua kali mengingatkan karena saya pikir itu yang bisa membuat perasaan risih saya hilang. Saya chat dia secara pribadi:

“ayolah, jeng, masa Amd.Kep bahasa Inggrisnya belepotan.”

“Di Akper nggak diajari bahasa Inggris, Jeng.”

“Eman, ya, padahal penting banget tuh.”

Saya tidak bermaksud membahas perkuliahan di alamamaternya atau gimana. Menurut saya, bukan salah institusinya, bukan salah sekolahnya. Yang salah itu diri kita masing-masing. Pengetahuan kita akan kemampuan kita sendiri-sendiri. Dan seingat saya, dulu ada kok kuliah bahasa Inggris waktu saya semester satu di sana.

Ayolah…. kita sudah bukan berada di zaman Jahiliyah lagi. Allah SWT telah mengutus Rasulullah untuk membawa kita ke zaman yang terang-benderang. Lagipula, ayat pertama yang diwahyukan ke Nabi Muhammad SAW juga kan perintah “bacalah!”. Sudah jelas sekarang, membaca itu penting. Efek samping dari kegiatan membaca adalah, waktu kita tidak sia-sia atau “nganggur” sehingga tidak membuat kita mentah-mentah menulis ‘gabut’ di media sosial kita, atau menghabiskan waktu untuk mengurusi orang lain. Hobi membaca juga merupakan hobi yang membutuhkan banyak waktu sehingga kita harus cerdas memilih bacaan yang berkualitas, yang kalau bisa membuat kita lebih pintar, terutama dalam berbahasa.

Berbahasalah dengan baik dan benar, anak muda! Jangan jadi orang yang berbicara lebih dari yang dia ketahui atau tidak dia ketahui. Hal ini juga termasuk upaya kita melestarikan bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia.

Lihat Dirimu

Kemarin sore adalah sore yang cukup melelahkan, sampai saya berjalan sambil terkantuk-kantuk. Setelah seharian destilasi metanol di lab, saya ke perpustakaan niatnya mau minjem buku buat referensi penelitian saya. Saya udah nyari-nyari buku di lantai 3, turun ke lantai 1 mau ngurus peminjaman, ternyata nggak boleh minjem karena ada satu buku yang belum saya kembaliin dan udah telat, jadi diblock. Dan buku itu masih di temen saya. Capek. Ke atas lagi balikin buku. Pulang.

Saya lewat Fakultas Ekonomi, di depan saya jalan dua anak (cewek). Saya jalan di belakangnya sambil nahan kantuk dan capek, mereka jalan sambil ketawa-ketawa. Saya tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka. yang mereka tertawakan selama berjalan adalah bahasa temen-temen yang dari timur Indonesia. Saya mengira mereka masih mahasiswa baru yang pikirannya sempit yang baru kali ini ketemu orang yang “maybe” berbeda. Ya iyalah, bukankah sudah dipelajari pas sekolah dasar, Indonesia itu beragam, macem-macem suku dan bahasanya, macem-macem juga orang-orangnya.

Sepanjang perjalanan mereka ngetawain bahasa itu. Saya yang sebelumnya sudah capek jadi ditambah capek. Masalahnya, mereka sendiri berasal dari “daerah”. Bahasa mereka medok parah. Saya langsung bisa menduga mereka berasal dari daerah selatan Jawa Timur yang bahasanya “medok” yang saya kadang-kadang juga susah mengerti, padahal sama jawanya. Dan mereka menertawakan orang lain???

Primitif sekali.

Pengen rasanya saya menampar mereka, tapi takut dipenjara.

Masalah terbesar manusia masih “kesombongan”. Bahkan masih merasa sombong terhadap bangsa sendiri, terhadap sesama manusia, apalagi terhadap lingkungan—hewan, tumbuhan, bumi? Orang-orang sombong, yang pikirannya kurang dibuka seperti itu pantas masuk keranjang sampah. Kesombongan membutakan kita, membuat kita bodoh dan narsis overdosis.

Dunia Sukab – Seno Gumira Ajidarma

Ada perempuan memilih jalan kekerasan. Ada penemuan ladang pembantaian. Ada kisah masa depan pemerkosaan. Ada orang disiksa, ternyata salah sasaran. Ada orang dibakar, melakukan penampakan. Ada orang terbuang, karena beda pemikiran. Ada banyak rakyat, bingung memilih pimpinan. Ada orang korupsi, hidungnya menjadi panjang. Ada orang dirampok, malah bisa terbang. Ada jenazah hilang, karena kebanjiran. Ada karung ditemukan, berisi mayat preman. Ada buah dosa turunan, laris manis tak karuan. Ada percakapan sepatu, merenungkan kesetiaan. Ada suami pengangguran, hobinya tidur siang. Ada sekretaris cantik, kakinya kapalan. Ada kurir toko bunga, menggoda pembantu rumah tangga.

Mereka berada di Dunia Sukab, dunia kita-kita juga. Tapi siapakah Sukab?

img_20161112_195033

Saya pertama tahu Sukab adalah saat dia berusaha menyembunyikan sepotong senja untuk pacarnya sampai berlarian melewati gorong-gorong. Tapi ternyata yang saya tidak tahu, Sukab ada di mana-mana. Sukab jadi calon pemimpin, Sukab disiksa orang dikira Haji Rustam, sampai jadi penjual buah dosa turunan.

Ini hanya tulisan subyektif saya tentang tulisan-tulisan SGA, atau tentang Sukab.

Saya penggemar Sukab, atau SGA, hampir-hampir saya tak bisa membedakan, jadi, saya belum menemukan di mana ‘tidak bagus’nya tulisannya. Jadi, yang saya lakukan  sambil membacanya hanya berpikir, berpikir tentang refleksi diri.

Dari kisah masa depan pemerkosaan, saya jadi bersyukur. Saya bersyukur dengan apa yang saya miliki sekarang. Saya bersyukur lahir dari rahim ibu saya, jadi anak ibu-bapak saya, dan disayangi mereka sebagai anak. Bayangkan, gimana jadinya kalau kita adalah anak yang lahir dari sebuah pemerkosaan, yang bahkan ibu kita menganggap kita mimpi buruk yang harus dilupakan, dan bapak kita tidak tahu entah di mana. Masih hidupkah? Jadi orang jahatkah? Atau malah jadi pemuka agama? Dari hal sekecil itu pun (itu hal besar menurut saya,) kita harus tetap bersyukur. Saya bilang ‘hal kecil’ karena seringnya itu luput dari pikiran kita.

Dari banyak rakyat yang bingung memilih pimpinan, saya jadi ingat kehidupan ‘politik’ di fakultas saya. Ya begitulah. Ada banyak calon pemimpin mahasiswa, tapi dari golongan yang sama. Ada banyak mahasiswa, tapi bingung memilih yang mana. Ada banyak omongan, tapi sebenarnya untuk apa? Apa andil mereka kepada kita? Yang saya tahu sampai saat ini, itu kepentingan pribadi saja. Program kerja mereka semata-mata ‘mengisi waktu’, sasaran empuk kegiatan mereka adalah mahasiswa baru. Mereka menginginkan jabatan atau apalah, tujuan utamanya mencari ‘pengalaman’ dan mengisi CV supaya terlihat lebih aktif saja. Jadi, apa fungsi mereka bagi rakyat? (dalam hal ini rakyat adalah mahasiswa). Saya kurang tahu apakah di fakultas lain, bahkan di kampus lain sama cerita, atau lain cerita. Maka dari itu, saya lebih respect sama organisasi atau komunitas seperti UKM yang memang isinya adalah orang-orang yang memiliki hobi yang sama dan tidak perlu melibatkan ‘rakyat’ dalam pemilihan pimpinan mereka.

Daripada membaca omongan saya yang nggak jelas di paragraf sebelumnya, lebih baik kita mendengar percakapan sepatu yang merenungkan kesetiaan. Saya pernah bosan terhadap semuanya, kalo boleh dibilang bosan hidup juga. saya jadi merenung, kalau saya merasa seperti itu berarti saya tidak setia kepada Tuhan saya yang memberikan waktu hidup saya lebih lama dari ini? nah! Saya nggak jadi ingin merasa bosan dan memeliharanya.

Dan dari perempuan yang memilih jalan kekerasan….. saya jadi ingat salah satu tokoh anime favorit saya. Seorang Ninja yang hebat, yang bercita-cita jadi Hokage dan sempat dikhianati sahabatnya, yang sampai sekarang kisah hidupnya belum selesai. Belum lagi ia menambahkan cerita tentang anaknya. Hmm… Naruto Uzumaki.

Sudah. Itu Saja. Saya yang bodoh ini masih perlu banyak membaca dan belajar, terutama genre tulisan yang saya sukai, sastra.

Semudah Kontrol A Kemudian Del

Pernah nggak sih kamu merasakan bosan hidup? Akhir-akhir ini hidup saya hampa banget, nggak tahu kenapa. Tapi saya berpikir ulang, kalau saya bosan sekarang berarti saya tidak setia kepada Allah SWT yang ngasih saya kehidupan lebih dari hari ini. dan ternyata pikiran itu semakin membuat saya suntuk, barangkali saya sedang dikelilingi setan waktu itu.

Belum lagi teman saya ngajak berantem (tentunya bukan arti sebenarnya) mengenai peristiwa 4 November kemarin. Hey, hey, hey, saya sedang sibuk-sibuknya menyusun proposal skripsi, ngelab tiap hari, nggak sempat nonton tivi, teman saya itu menggebu-nggebu ngajakin demonstrasi. Atas nama agama, katanya. Kitab suci kita dihina, katanya. Saya akhirnya menelusuri isu itu, tentunya berusaha mencari warta yang netral, dan kemudian saya punya pemikiran lain yang sama sekali berbeda dengan teman saya itu. Saya muak tiap saat dikirimi gambar-gambar dan video provokasi oleh dia, saya bilang saya muak, dia bilang saya tidak beriman.

Semudah kontrol A kemudian Del. Amarah saya dipancing. Saya seratus persen ilfeel dengan teman saya itu. Tapi, apakah pertemanan kita akan berakhir hanya karena kita beda pendapat seperti itu? Sampai-sampai pikiran terburuk saya berkelebat, dia menjaga hubungan kami supaya dia tidak kehilangan pengikut, jadi dia bisa mempengaruhi saya dengan alirannya yang semakin tidak saya kenali dari dirinya. Ah, seandainya begitu saya benar-benar ingin melupakan orang itu. Tapi orang pelupa saja tidak mudah melupakan kenangan.

Teman saya itu tidak berhenti memprovokasi, saya semakin sebal dan merasa puas ketika saya berjalan di atas jalan yang berlawanan dengan dia. Alih-alih membaca atau melihat video yang dia kirimkan ke saya, saya langsung menghapusnya dan sabtu malam (5/11) saya pergi nonton konser. Tapi memang acara nonton konser ini sudah saya rencanakan lama bareng Erlyna. Guest star-nya adalah White Shoes and The Couples Company. Awalnya saya melihat band ini di Youtube sekitar dua tahun yang lalu, lagi asik-asiknya muter-muter lagu-lagu indie. Saya langsung jatuh cinta dengan grup musik satu ini, karena saya orangnya baik dan suka berbagi. Saya racuni Erlyna, huahahahahaha.

By the way, acara ini acaranya Urban Gigs. Saya nggak tahu pasti tentang event ini, yang saya tahu acara ini disponsori produk rokok, dan sering ngundang band-band atau musisi indie yang keren-keren, dan tentu saja, gratis ehehe. Jujur, setiap mendengar musik-musik WSATCC ini saya merasa bahagia, nggak tahu kenapa. Musiknya asik, keren, dan classy. Pokoknya bikin bahagia deh.

img_20161105_223436

Dengan pikiran suntuk, saya dan Erlyna malam itu ke Lembah Dieng (acaranya diadain di sana sih). Saya sama Erlyna berangkat jam 8 malem, nyampe sana masih Christabel Annora yang tampil. WSATCC sendiri on stage jam 9-an. Nggak ada kata lain selain keren. Saya bisa melihat idola saya secara langsung yang dulunya nggak pernah saya kira soalnya mereka sendiri lebih sering manggung di luar negeri. Asli, mereka keren. Mendengar lagunya, saya merasa bahagia. Menyanyi bersama mereka secara langsung, saya lebih bahagia lagi. Alhamdulillah.

Sebelumnya saya belum pernah nonton konser sampai sebahagia ini. atau melakukan hobi sampai merasa sebahagia waktu nonton mereka. Saya berencana mau nonton mereka setiap ada kesempatan, tapi saya mencoba meredam supaya tidak menjadi ambisi dan menyakitkan kalau saya tidak bisa melakukannya. Lagu-lagu yang dibawain WSATCC malam itu adalah Masa Remadja, Roman Ketiga, Windu & Defrina, Senja Menggila, Suburbia, Kisah dari Selatan Jakarta, Tam-Tam Buku, dan beberapa saya lupa judulnya. Pokoknya mereka tampil satu jam dan membahagiakan saya banget, mungkin penonton lain juga. Apalagi pas itu suasana Kota Malang lagi dingin-dingin asik habis hujan seharian.

img_20161111_080755

Orang-orang bilang selera musik saya aneh, saya tidak peduli yang penting saya bahagia. Dan emang menurut saya, selama saya hidup, belum ada seniman yang lebih keren daripada White Shoes & The Couples Company ini. Musik mereka mengingatkan saya pada masa-masa kecil yang membahagiakan. Masa kecil saya tahun 90-an dan musik mereka tahun 60-70-an, jadi di mana korelasinya? Pokoknya nyenengin dan bikin bahagia deh. Entahlah itu yang saya rasakan. Kalau selama ini saya suka lagu-lagu karena liriknya atau cerita lagunya, WSATCC ini menyajikan sesuatu yang beda dan saya langsung jatuh hati. Musik mereka. cara mereka bermain musik. Saya bukan orang yang mengerti musik dan hanya bisa memberikan komentar subyektif. Tapi asli mereka idola saya.

Dan jika kebahagiaan itu adalah tujuan kita hidup, jadi jangan heran saya akan sering mendengarkan musik WSATCC. Saya tidak peduli dianggap aneh, mereka yang mengatakan itu mungkin belum tahu sesuatu yang berkualitas. Lagipula, saya justru nggak suka sesuatu yang banyak orang suka. Musik mereka menjadi salah satu kepingan kebahagiaan saya hidup di dunia, hehehe lebay sih tapi saya nggak bisa mengungkapkan dengan kata-kata yang lebih wajar lagi. Thank you, Erlyna, for wonderful night….. kalau nggak ada Erlyna, nggak ada yang menemani saya ke sana, mungkin saya nggak bisa ngerasa sebahagia malam itu. Hehehe. Oh iya, saya senang dengan hape saya saat ini, ini hape dikado Ibuk pas saya ulang tahun juli kemarin. Kameranya bagus banget, serius. Jadi, selalu dan selalu, saya berterima kasih dan bersyukur jadi anak Ibu saya.

Sayang sekali saya yang ceroboh ini seenaknya memencet Ctrl+A kemudian Del waktu mau membersihkan memori hape, nggak tahunya di sana ada folder foto-foto dan video dari kamera hape saya yang sekejap…. terhapus. Bukan rejeki kali, ya. yaahhh…. beberapa video dan foto WSATCC malam itu kehapus, hanya tersisa yang sempat saya posting di instagram aja dan bukan file asli. Huhuhu. Belum lagi, dokumentasi di lab yang saya lakukan beberapa bulan ini. hmmm.

Saya nggak jadi bosan hidup.

Ada harga yang harus dibayar. Berhubung saya koret, Tuhan meminta alat tukar yang lain. Bukti sejarah. Semudah Kontrol A kemudian Del.

 

Trekking Seru di Tumpak Sewu

Horeee…. akhirnya berangkat trekking setelah sekian lama memenjarakan jiwa sampai agak gila, hahaha. Pagi-pagi sekali saya dan Indro berangkat dari Kota Malang jam 5 pagi naik motor. Seneng gitu janjian sama Indro yang on time abis, heheh. Niatnya kita mau ke rumahnya Ulfa di daerah Ampel Gading, Kabupaten Malang. Sampai di rumahnya Ulfa jam tujuh pagi dengan jalan khas pegunungan yang berkelok-kelok asoy. Setelah nungguin Ulfa siap-siap bareng ke Tumpak Sewu dan (yay) numpang sarapan hihi, kita pun berangkat ke Tumpak Sewu naik motor.

Saya nggak tahu apa-apa tentang sejarah air terjun ini. tapi, saya mau sok tahu dikit. Barangkali air terjun ini dinamakan Tumpak Sewu karena jumlah air terjunnya yang banyak banget mengelilingi sungai kayak bekas kerukan tambang gitu kalo dilihat dari atas, kayak bertumpak-tumpak (tumpuk-tumpuk). Makanya disebut Tumpak Sewu. Hahaha abaikan. Air terjun ini letaknya di Kabupaten Lumajang, dua puluh menitan dari rumahnya Ulfa.

Selama ini saya selalu berpendapat bahwa yang paling seru saat trekking ke air terjun adalah perjalanannya, bukan pas sampai di air terjunnya. Saya dapat jackpot!!!! Di Tumpak Sewu saya harus membuktikan omongan saya, hahaha. Biasanya kalau kita ke air terjun, di perjalanan memang kadang berat, tapi pas sampai di air terjunnya rasanya lega karena biasanya baguuusss banget kan? Sampai kita bisa berenang bebas (bahasa Lamongannya: beluron). Nah, kali ini lain cerita.

Tiket masuknya 5000. Tapi nanti di pos sebelum ke air terjun, bayar lagi 5000. Sebelum trekking ke bawah kita bisa ke panorama dulu buat melihat air terjunnya dari atas. Dan kita pun menuruni jalan yang sebagian besar adalah batu-batuan yang dialiri air, kelihatannya kayak sungai. Jadi jalannya sambil gelantungan sama tali gitu. Kalau nggak gitu jalannya adalah jembatan dari bambu yang…… seru abis deh. Kalau kamu suka tantangan dan merasa bahagia karena capeknya trekking menyusuri medannya yang ekstrim, Tumpak Sewu boleh banget dicoba. perjalanannya dari atas sampai bawah sekitar 50 menitan gitu.

img_20161001_093239

img_20161001_094310

Sayang sekali pas itu cuacanya lagi nggak bagus, mendung gitu. Terus pas udah nyampe bawah, arus sungainya deras banget sampai sepatunya Indro kebawa arus, airnya juga jadi berwarna cokelat. Jangankan berenang-renang, mau foto aja susah karena hujan deras, eh gerimis deras ding. Kebetulan pas itu lagi hujan juga. tapi ya tetep keren. Di bawah tuh, air terjunnya ada banyak mengelilingi tebing-tebing yang tinggi dan besar-besar. Saya jadi sadar dan bersyukur, bahwa saya bukanlah apa-apa, saya merasa kerdil di sana. Sangat kerdil.

img_20161001_101006

img_20161001_101555

img_20161001_101601

Karena cuaca lagi buruk, bapak-bapak yang jaga di pos dekat air terjun nyuruh kita segera ninggalin air terjun dan nyaranin ke goa tetes aja yang lebih aman. Tapi bayar lagi 5000 buat ke goa tetes. Trekkingnya seru karena dapat teman baru, 4 anak cowok dari UMM. Saya menikmati kesenangan ketika kita melewati waktu bersama orang asing seperti teman lama, kita ngobrol banyak hal, kita tertawa-tawa, tanpa kita harus tahu nama masing-masing, dan kita sadar akhirnya berpisah tapi kita tidak akan merasa sedih. Sebab kita tidak mengenal nama mereka. saya katakan inilah yang dinamakan menikmati waktu hehehe.

img_20161001_104310

img_20161001_105133

Jangan tanya gimana dinginnya, saya tidak tahu bagian mana dari tubuh saya yang kering waktu itu hahaha

img_20161001_105401

img_20161001_110936

subhanallah

Bahagia itu nggak harus mahal kok. Kalau dihitung-hitung, saya cukup ngeluarin uang dua puluh ribu aja buat ke sini, bayar 3 tiket sama parkir motor. Oh iya, sama bensinnya. Nggak lebih dari 50 ribu loh. Seru banget. Saya selalu suka main-main beginian, meskipun sakit di badan baru sembuh tiga hari kemudian. Saya berpikir nggak masalah. Nanti kalau sudah kerja saya mau melakukan ini minimal sebulan sekali ah, aamiiiinnnn. Sekarang kan masih kuliah, kendala masih di biaya dan ijin orang tua huahahaha. Sama partner trekkingnya…. (ups hahha).

dua kata untuk hari itu (1 Oktober 2016) : seru, coy!

 

 

Akhirnya Jalan-jalan!

Perkuliahan udah berjalan 6 minggu dan meskipun kami udah semester tua, mata kuliah yang diambil juga nggak sebanyak semester-semester sebelumnya, tapi tekanannya semakin berat, coy! Saya sendiri tiap hari harus ngelab dan mulai merancang penelitian, belum lagi tugas-tugas kuliahnya yang banyak dan tingkat kesulitannya tinggi, hohoho. Akhirnya saya sama sahabat saya, Ulfa, merencanakan refreshing. Menyesuaikan jadwal kami, kami sepakat buat beli bunga ke Splendid jum’at sore. Saya pengen beli kaktus.

Jum’at sore pun tiba, langit Malang abu-abu, jalanan becek karena usai hujan. Dari kos naik angkot terus kami jalan-jalan deh ke Splendid beli bunga. Bener-bener jalan loh… bareng para bule yang juga lagi jalan di trotoar. Dan sungguhan kegiatan ini bikin bahagia. Yang nggak bikin bahagia itu kendaraan di jalanan yang mengancam nyawa para pejalan kaki. Ngomong-ngomong, kenapa sih kita itu sukanya menyerap budaya barat yang negatif-negatif aja? kayak free sex, narkoba, minum, dll. Kenapa? Apa karena mudah dilakukan dan bikin kita terlihat keren? Kenapa budaya mereka yang positif nggak kita tiru sekalian? Kayak suka jalan kaki, naik angkutan umum daripada kendaraan pribadi, disiplinnya, buang sampah ke tempatnya, cara belajarnya, etos kerjanya. Heran deh, kalo gini kan kayak Indonesia tuh nggak maju-maju masyarakatnya.

Oke, back to our main topic!

Oh iya, Splendid itu pasar bunga yang ada di Kota Malang. Jadi di sana jual banyak banget bunga dan suasananya adem-adem asik. Apalagi sore-sore pas setelah hujan, hmmm….. jadi nggak pengen pulang, (juga nggak pengen beli karena uang koret hahaha), Cuma pengen menikmati suasananya aja. ulfa jadi belinya bunga krisan putih yang supercantik, dan saya nggak jadi beli kaktus karena pas kaktusnya nggak bagus-bagus. Saya jadinya beli ikan koi dua ekor. Ikan koi itu saya kasih nama Anam sama Zubaedah. Eh, pas paginya saya bangun tidur si Zubaedah mati hiks hiks. Gara-gara saya malemnya kecapekan, langsung tidur dan nggak sempat ganti airnya.

img_20160923_150506

img_20160923_150900

 

Setelah dari Splendid kami malas pulang dan mutusin buat main-main ke taman di depan Balai Kota aja. Pas waktu itu ada demonstrasi gitu di depan Balai Kota yang bikin kendaraan di bunderan depannya itu macet. Hmm… untung jalan kaki hahaha. Main-main, duduk-duduk, hujan-hujan, dan foto-foto deh kita. Lumayan menghilangkan penat. Jujur, selama tiga tahun (numpang) tinggal di Kota Malang, saya baru kali ini main ke sini. Hahaha. Jadi, puas-puasin foto-fotonya. Meskipun ada pengalaman buruk ketemu orang gila yang melakukan hal nggak jelas. Saya suka benci sama orang yang memiliki kelainan psikis kayak mereka dan mengganggu kita, masalahnya apa yang mereka lakukan dan kita ‘nggak sengaja’ melihat membuat saya nggak bisa ngelupain dan sumpah menyebabkan trauma psikologis gitu. Saya benci banget. Benar-benar pengganggu.

Tapi lupakan deh, nggak penting.

Kebetulan saya juga habis sedih gitu dan jalan-jalan kali ini bikin heeeppppiiiii. (sory alay, rindu piknik).

img_20160923_153904

img_20160923_160035

img_20160923_160754

img_20160923_161900

img_20160923_163034

img_20160923_163204

img_20160923_163446

img_20160923_161335

Tidurlah

Akhirnya malam tiba juga, 

Malam yang kunantikan sejak awal

Malam yang menjawab akhir kita

Dan pagi, takkan terisi lagi

Lonceng bertingkah sebagaimana mestinya

Membangunkan orang tanpa membagi sedikit asmara untuk memulai hari

Tidurlah…  Malam terlalu malam

Tidurlah…  Pagi terlalu pagi
Tidurlah…  Di dalam masa laluku


Untitled

Masa lalu memang paling asik untuk dikenang, apalagi yang indah-indah. Sayang sekali blog saya waktu SMA saya hapus, jadi agak susah menemukan ‘fosil’ kehidupan alay saya zaman SMA. Tapi di otak saya ingat betul, bagaimana indahnya hari-hari sekolah, masalah kita cuma PR yang belum selesai atau masalah sepele sama temen, hidup tanpa beban. Dan setelah lulus SMA? Wow, hidup saya jadi superwow. Kalo pas SMA saya punya cinta, udah pergi gitu aja pas mau ujian. Dan kemudian saya galau, tapi saya nggak akan pernah menyesali saat-saat itu. Patah hati ternyata mengajarkan saya sebuah keikhlasan. Dan, ternyata saya baru bisa ‘ikhlas’ itu setahun belakangan ini melalui proses perenungan dan pendewasaan (tsah). Hahaha. Lama ya? terlalu mengendap di hati saya kayaknya.

Kadang saya ingin mengulang waktu dan memperbaiki semuanya. Kemudian saya berpikir, kalau waktu saya sekarang saya habiskan untuk berangan-angan memutar waktu, saya bisa-bisa tidak hidup di hari ini. dan besok, pikiran saya akan tetap sama pengen ngulang waktu terus. Hal kayak gitu yang akan membuat saya di masa depan ingin kembali ke masa sekarang atau masa lalu. Nggak maju-maju dong. Mungkin saya harus lebih banyak bersyukur atas nikmat dari Tuhan (ciyee saya punya Tuhan, alhamdulillah) dan lebih banyak ikhlas terhadap apa-apa yang kurang bisa saya terima.

Kalau kita merasa hidup kita sangat menderita dan kayak penuh perjuangan banget, coba kita pikir, nggak semua orang seberuntung kita, yang dapat melalui semua perjuangan itu sehingga kita bisa sampai hari ini. kalo menurut saya, perjuangan yang berat tentu melahirkan individu yang lebih kuat mental. Kalo kata orang bule, what doesn’t kill you makes you stronger. Saya tahu, di luar sana banyak sekali orang hebat yang kisah hidupnya jauh lebih tragis dan seru, gini doang sih belum apa-apa, Ian! Saya keseringan overthinking yang membuat saya mempermasalahkan hal sepele, tapi emang kadang perlu dipikir gitu loh, tapi lebih baik mikir yang lain yang lebih penting biar otak nggak overload. Orang-orang sering mengira saya sedang ngelamun, terus saya dinasehati biar nggak sering-sering ngelamun. Hey, saya tuh mikir. Kelihatannya muka saya kayak ngelamun, padahal isi pikiran saya tuh nggak kosong. Seumur-umur saya belum (jangan pernah deh) ngelamun kosong loh. Gitu deh, orang-orang sering salah persepsi tentang saya. Dan saya juga malas menjelaskan diri saya, hehehe.

Tulisan ini emang nggak jelas, saya nggak ada pandangan sama sekali mau nulis apa, jadinya ngalor ngidul dan (mungkin) nggak ada isi. Lah, saya lagi pengen nulis, gini dulu deh. Maafkan. Hahaha.