Gadis yang Menemui Pagi

Dinar tak pernah menyukai pagi. Menurutnya, pagi hanya menggusur mimpi-mimpinya. Pagi menggantikan tenangnya malam dengan kebisingan. Pagi selalu menjadi tersangka kemuraman hati Dinar. Maka, pagi ini ia berniat bangun siang. Atau sore, jika Dinar beruntung bisa tidur seharian.
Ternyata pagi memang jahat pada Dinar. Pagi tak mengijinkannya tidur lagi. Dinar hanya limbung jam setengah tujuh pagi akibat usahanya untuk tertidur yang tak tercapai. Dengan kesadaran yang belum penuh, Dinar berjalan.
Berjalan menuju sepedanya, bersiap mengendarainya. Mukanya masih kusut. Giginya masih bermentega. Napasnya, ugh, bau sekali. Rambut sebahunya awut-awutan. Semoga Dinar tidak bertemu orang-orang dan mengatainya tidak waras, do’anya. Selain itu, Dinar memang benci bertemu orang-orang. Bertemu manusia. Pagi memang menyebalkan, tetapi lebih baik menemui pagi daripada menemui manusia.
Maka ia duduk di atas sadel, siap mengayuh. Keluar dari rumahnya, ia berbelok ke barat. Udara dingin, tetapi kulitnya terasa hangat. Serombongan cahaya kemuning telah menembus benteng pori-porinya. Dinar bernafas. Segar. Bernafas lagi. Ia bersyukur.

Foto: Jalanan di kawasan pertambakan Desa Gedongboyountung, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan.

Foto: Jalanan di kawasan pertambakan Desa Gedongboyountung, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan.

Hamparan tambak berpetak-petak rapi. Memamerkan harapan makan ikan setiap hari. Dinar sendiri sangat menyukai udang. Memikirkan udang goreng, udang rebus, otak udang yang gurih, udang didadar bersama telur, udang dicampur lodeh, Dinar semakin bahagia. Dinar terus mengayuh melawan arah surya. Menyenangkan. Meski rambutnya semakin semrawut karena bertarung halus dengan bayu. Meski badannya masih bau. Bahagia tak pernah terukur sesuatu yang fisika.
Kali ini Dinar menutup mata sambil menarik nafas syahdu. Membiarkan sepedanya meluncur dari atas jembatan melewati jalanan. Tanpa mengayuh, angin-angin membelainya. Saat ia membuka mata dan mulai menghembuskan nafas, kesekian kali ia bersyukur. Bersyukur bertemu pagi. Bersyukur tinggal di desa. Bersyukur udara bersih mau menyapanya. Bersyukur tidak bertemu manusia, selain orang-orang yang sibuk memberi makan ikan di tambak mereka. Setidaknya, manusia-manusia seperti mereka menyayangi alam. Alam ikan.

Lamongan, 24 Juli 2015

dian.

7 thoughts on “Gadis yang Menemui Pagi

  1. Lamongan terkenal dengan tambak udangnya ya, Mbak :hehe. Bagus deskripsinya, menyentuh hati. Sekaligus menjadi pengingat supaya kita bisa terus bersyukur masih bisa bangun, bernapas, dan menyaksikan matahari pagi :)). Bagaimanapun beratnya kejadian hidup yang dialami, kata orang, kalau kita bisa bersyukur, semua pasti akan tampak dan terasa lebih baik :)).

    Liked by 1 person

Leave a comment